BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Bahwa
setiap orang tidak terlepas kerjasama dengan orang lain. Dalam suasana
kerjasama dengan orang lain diperlukan saling pengertian, saling menghargai dan
saling tenggang rasa. Hal ini akan menumbuhkan sikap dasar untuk menciptakan
keselarasan keserasian dan keseimbangan dalam hubungan kemanusiaan antara yang
dipimpin dan memimpin. Pengendalian diri ini pada hakekatnya, bersumber dari
pengenalan diri sendiri. Pengendalian diri tidak hanya pada aspek
biologis/jasmaniah, tapi aspek-aspek yang bersumber dari aspek-aspek kejiwaan.
B. Rumusan
Masalah
1. Prinsip kreativitas
2. Prinsip partisipasi
3. Prinsip Koperasi
4. Prinsip Hubungan Kemanusiaan secara Kekuargaan
5. Prinsif pendelegasian dan perencaran kekuasaan
dan tanggung jawab
6. Prinsip kekenyalan (fleksibility) organisasi
tata kerja.
7. Prinsip pengendalian diri
C. Tujuan
Penulisan
Untuk
mengetahui apa itu Prinsip-prinsip Kepemimpinan Pendidikan Yang Berdasarkan
Demokrasi Pancasila dan penerapan kepemimpinan pendidikan
yang berdasarkan pancasila sehingga
dapat membantu dan mengenal prinsip-prinsip dalam kepemimpinan pendidikan
tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Prinsip-prinsip
Kepemimpinan Pendidikan Yang Berdasarkan Demokrasi Pancasila
Bertolak
dari definisi Demokrasi Pancasila, maka demokrasi ini berdasarkan paham
kekeluargaan dan kegotong royongan yang ditujukan kepada kesejahteraan rakyak,
yang mengandung unsur-unsur kesadaran religius menolak atheism; kebenaran
kecintaan dan berlandaskan budi pekerti luhur; yang berkepribadian Indonesia; kesinambungan
dalam arti menuju keseimbangan antara individu dan masyarakat, antara manusia
dengan Tuhannya, lahir batin.
Berdasarkan
pada depinisi diatas, maka aspek-aspek yang ada dalam demokrasi pancasila
adalah sebagai berikut :
1. Formil,
yang menunjukkan bagaimana caranya partisipasi rakyat diatur dalam
peenyelenggaraan pemerintahan.
2. Materiil,
yang menegaskan pengakuan atas harkat dan martabat manusia sebagai mahluk
ciptaan tuhan, yang menghendaki pemerintahan untuk membahagiakannya dan
memanusiakan warga Negara dalam masyarakat Negara dan masyarakat bangsa-bangsa.
3. Kaidah,
yang mengikat Negara dan warga Negara dalam bertindak, dan menyelenggarakan hak
dan kewajiban serta wewenangnya.
4. Tujuan,
yang menunjukan keinginan atau tujuan untuk mewujudkan masyarakat yang
sejahtera dalam Negara hokum, Negara kesejahteraan dan Negara kebudayaan.
5. Organisasi,
yang menggambarkan perwujudan demokrasi pancasila dalam organisasi pemerintahan
dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
6. Semangat,
yang menekankan bahwa demokrasi pancasila memerlukan warga Negara yang
berkepribadiann, berbudi pekekerti luhur dan tekun dalam pengabdian. (33.61)
Dari
keenam aspek diatas akan dicoba untuk di terapkan pada prinsip-prinsip
kepemimpinan pendidikan yang berdasarkan pancasila.
Tentunya
penerapan ini akan terbatas pada penterjemahan dalam ruang lingkup pendidikan.
1.
Prinsip
pengendalian diri
Bahwa setiap orang tidak terlepas kerjasama dengan
orang lain. Dalam suasana kerjasama dengan orang lain diperlukan saling pengertian,
saling menghargai dan saling tenggang rasa. Hal ini akan menumbuhkan sikap
dasar untuk menciptakan keselarasan keserasian dan keseimbangan dalam hubungan
kemanusiaan antara yang dipimpin dan memimpin. Pengendalian diri ini pada
hakekatnya, bersumber dari pengenalan diri sendiri. Pengendalian diri tidak
hanya pada aspek biologis/jasmaniah, tapi aspek-aspek yang bersumber dari
aspek-aspek kejiwaan. Untuk memahami langkah-langkah penggenalisaan diri dalam
rangka pengenalan diri sendiri, maka perlu pedoman dengan pertanyaan sebagai
berikut:
a. Apa
yang terjadi (fenomena hasil kelakuan saya)
b. Mengapa
hal kelakuan saya demikian (menganalisis kelemahan dan kekuatan /hal-hal yang
positif yang ada pada diri saya.
c. Bagaimana
saya harus memperbaiki hal-hal yang negatif terhadap orang lang lain dan
bagaimana saya harus memupuk hal-hal / sifat-sifat yang baik.
d. Bilamana
dan dimana harus saya memperbaiki sifat-sifat negatif dan menumbuhkan
sifat-sifat yang positif.
Kalau
kita secara kontinyu melatih diri dengan langkah-langkah di atas, maka kita
akan dapat mengendalikan diri dengan kata dan perbuatan dan berusaha
melestarikannya dalam menunaikan tugas kewajiban di dalam masyarakat.
2.
Prinsip
partisipasi
Dalam suatu kepemimpinan pendidikan yang demokratis
masalah partisipasi setiap anggota staf pada setiap usaha lembaga tersebut
dipandang sebagai kepentingan yang mutlak harus dibangkitkan. Pemimpin dengan
berbagai usaha mencoba membangkitkan dan memupuk subur kesadaran setiap anggota
stafnya agar mereka merasa dan rela ikut bertanggung jawab dan selanjutnya
secara aktif ikut serta memikirkan dan memecahkan masalah-masalah yang
menyangkut perencanaan dan pelaksanaan program pendidikan dan pengajaran.
Berhasilnya pemimpin menimbulkan minat kemauan dan kesadaran bertanggung jawab
dari pada setiap anggota staf dan bahkan individu di luar staf yang ada
hubungan langsung atau tidak langsung dengan penyelenggaraan pendidikan dan
pengajaran pada lembaga kerjanya, dan yang selanjutnya menunjukan partisipasi
mereka secara aktif, berarti satu fungsi kepemimpinan telah dapat dilaksanakan
dengan baik.
3.
Prinsip
Koperasi
Adanya partisifasi anggota-anggota staf belum
berarti bahwa kerjasama diantara mereka telah terjalin dengan baik. Partisifasi
yang sempit bisa terjadi dalam bentuk spesialisasi tugas-tugas wewenang dan
tanggung jawab secara ketat diantara anggota-anggota, dimana setiap anggota
seolah-olah berdiri sendiri dan perpegang teguh tugas-tugasnya, tanggung jawab
dan wewenang masing-masing belaka.
Kerja sama untuk kepentingan bersama itu hendaknya
berlangsung `seluas-luasnya meliputi setiap orang yang ada sankut-pautnya
dengan usaha pendidikan dan pengajaran dari pada lembaga tersebut.
Jonn S. Brubacher dalam bukunya memberikan satu
ukuran untuk menilai kehidupan demokrasi dalam suatu lembaga pendidikan :
Jadi kerja sama tidak hanya berlangsung antara
orang-orang yang berada dalam lembaga atau sekoah tersebut, tetapi kerjasama
itu diperluas denga mereka yang berada diuar lembaga, tetapi yang iut
berkepentingan untuk menjadikan program
Pendidikan itu berhasil dengan baik sebagai
satu keseuruhan.
4.
Prinsip
Hubungan Kemanusiaan secara Kekuargaan
Suasana kerjasama demokrasi sehat tidak akan ada,
tanpa ada rasa persahabatan dan kekeluargaan yang akrab, sikap saling hormat
menghormati secara wajar diantara seuruh waerga lembaga – lembaga kerja
tersebut. Hubungan manusia merupakan pelicin jalan kearah pemecahan setipa
masah yang timbul dan sulit dihadapi. Pemimin harus menjadi sponsor utama bagi
terbinanya hubungan – hubungan sosia dan situasi pergaulan seperti tersebut
diatas di dalam embaga kerja yang pemimpinnya itu. Pemimpin tidak belaku
sebagai majikan atau mandor terhadap pegawai dan buruhnya. Tetapi ia sejauh mungkin
menempatkan diri sebagai sahabat terdekat daripada semua anggota stap dan
penyumbang – penyumbang di luar stap dengan tidak pula meninggalkan sama sekali
unsur – unsur forma jabatan.
5.
Prinsif
pendelegasian dan perencaran kekuasaan dan tanggung jawab
Pemimpin pendidikan harus menyadari bahwa kekuasaan,
wewenang dan tanggung jawab yang ada padanya sebagian harus didelegasikan dan
dipencarkan kepada anggota-anggota staf kerja yang mampu untuk menerima dan
melaksanakan pendelegasian dan pemencaran kekuasaan, wewenang dan tanggung
jawab agar supaya proses kerja lembaga secara keseluruhan berjalan lancer, efektif
dan efisien, dalam kepemimpinan pendidikan, pemimpin harus percara bahwa setiap
orang dengan siapa ia bekerja, memiliki kemamppuan dan potensi maksimal yang
dapat bermanfaat bagi lembaga kerja itu asalkan situasi dan kesempatan untuk
berbuat kreatif dijamin oleh pemimpin. Keyakinan seperti iniah yang melandasi
kesediaan pemimpin untuk melaksanakan pendelegasiaan dan pemencaran wewenang,
kekuasaan dan tanggung jawab tertentu kepada staf kerjanya.
Stephen J. Knecevich dalam bukunya menulis tentang
hal-hal itu sebagai berikut :
Bahwa
dalam kepemimpinan pendidikan yang demokratis
guru-guru ditempatkan dalam pandangan dan posisi yang layak oleh
pimpinannya.
Melalui “delegation and sharing of authority and
responsibility” yang tepat, serasi dan merata “morale” kerja akan ikut terbina
secara sehat; semangat kerja dan perasaan tanggung jawab akan terbangkit dan
bertumbuh dengan subur. Melalui cara ini perkembangan pribadi dan jawabatan
staf akan terangsang untuk bertumbuh secara kontinyu, dengan cara ini pemimpin
akan mendapat kesempatan dan mengetahui, menemukan dan selanjutnya membina
kader-kader pimpinan yang potensial dikalangan anggota stafnya. Pembinaan
kepemimpinan melalui latihan dalam bentuk delegasi dan pemencaran kekuasaan, wewenang
dan tanggung jawab merupakan cara yang paling praktis disamping usaha-usaha
pembinaan lainnya bagi kepentingan kepemimpinan pendidikan yang lebih bermutu
di masa depan.
6.
Prinsip
kekenyalan (fleksibility) organisasi tata kerja.
Organisasi kerja disusun dengan maksud mengatur
kegiatan dan hubungan-hubungan kerja yang harmonis, efektif dan efisien. Tetapi
hendaknya struktur organisasi dan hubungan serta tata kerja jangan sampai
menjadi sesuatu yang sangat kaku sehingga membawa akibat negatif seperti birokrasi yang bertele-tele antara
lain bisa menghambat kegiatan penetapan dan pelaksanaan program.
Pada tertentu dimana situasi-situasi harus muncul,
kadang-kadang diperlukan keberanian untuk melakukan penyimpangan daripada
ketentuan-ketentuan hubungan kerja formal dan hirarki organisasi yang telah
ditetapkan, selama penyimpangan itu bisa membantu kelancaran kegiatan kerja dan
mempermudah kelancaran pencapaian tujuan
bersama dari pada organisasi kerja atau lembaga persekolahan tersebut.
Kekenyalan organisasi menjamin organisasi dan tata
kerja serta hubungan-hubungan kerja yan selalu sesuai dengan kenyataan dan
problema baru yang selalu muncul dan berubah terus menerus, perubahan-perubahan
mana yang tidak terlepas dari hubungan kemanusiaan dalam anggota staf. Hal ini
sesuai dengan pendapat dari Hari R. Douglas menyatakan bahwa :
Dalam kebutuhan yang lebbih luas, hal kekenyalan itu
tidak hanya terbatas pada struktur organisasi, hubungan-hubungan dan tata
kerja, asalkan dalam batas-batas sepanjang hal itu tidak merugikan kelompok,
dan sebaliknya bahkan membawa manfaat yang baik bagi individu dan untuk
kelompok secara keseluruhan.
7.
Prinsip
kreativitas
Pertumbuhan dan perkembangan sesuatu lembaga
pendidikan pengajaran disamping faktor material dan fasilitas lainnya, terutama
tentang pertumbuhan dan perkembangan program dan aktivitas kerja, sebagian terbesar
berakar pada besar kecilnya kreativitas kerja dari pada setiap personil
pimpinan dan pelaksanaan di dalam lembaga kerja itu. Keadaan selalu berubah
masyarakat selalu bergerak maju, ilmu pengetahuan dan tekhnologi terus
berkembang pesat dan mempengaruhi perubahan-perubahan manusia tentang pandangannya mengenai nilai-nilai dan
norma-norma serta standar hidup didalam masyarakat. Untuk dapat menyesuaikan
diri didalam perubahan-perubahan dan kemajuan masyarakat itu, lembaga kerja
yang kreatif dan dinamis dimana setiap staf anggota muncul dengan ide-ide,
pikiran-pikiran dan konsepsi-konsepsi baru tentang prosedur, tata kerja dan
metode-metode mendidik dan mengajar yang lebih kreatif.
B. Penerapan
kepemimpinan pendidikan Yang berdasarkan pancasila
Di
dalam prosedur kegiatan pimpinan pendidikan,
pelaksanaan prinsip-prinsip tersebut diatas saling melengkapi dan
memperkuat satu sama lain, sehigga menghasilkan satu kesatuan tindakan yang
harmonis dan serasi.
Selanjutnya
sebagian telah dikemukakan didalam uraian-uraian terdahulu, salah satu cirri
khas yang paling menonjol dari pada kepemimpinan pendidikan yang berdasarkan
demokrasi pancasila, ialah penerapan prinsip-prinsip tersebut dalam bentuk
kegiatan “policy and decision making”
yang mengikut sertakan sebanyak mungkin orang-orang yang akan dipengaruhi, atau
turut terlibat di dalam melaksanakan “policy” dan keputusan-keputusan yang
diambil itu.
Kenzevich
menegaskan pentingnya kedudukan “policy making and decision making” oleh
anggota-anggota kelompok (staf) dalam kepemimpinan yang demokratis, seperti
yang dituliskannya didalm bukunya “Administration of Public Education”. Sebagai
berikut :
Jadi
misalnya dalam satu sekolah, dimana kepala sekolah bersama-sama guru dan staf
sekolah lainnya, wakil-wakil murid disertai pula wakil-wakil orang tua mereka
dan wakil-wakil masyarakat lainnya berpikir dan bekrja sama didalam penetapan
program umum sekolah, kalau menghendaki pelaksanaan program tersebut didukung
dan dilaksanakan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab oleh mereka yang
terlibat dalam penetapan program itu, sesuai dengan pungsi dan kemampuan
masing-masing.
Pada
pihak lain hendaknya dibedakan secara tegas antara penetapan “policy” dan
pelaksanaan “policy” (execution of policy) didalam pelaksanaannya memang juga
diharapkan mereka sejauh mungkin ikut aktif menjadi pelaksana sesuai dengan
jenis-jenis kegiatan konkrit sebagai penjabaran dari pada policy umum itu. Akan
tetapi dalam masalah pimpinan pelaksana dan penanggung jawab formil umum
hendaknya sesedikit mungkin orang yang berperanan, supaya timbul kekacauan dan
kesimpang siuran, dalam memimpin pelaksanaan “ policy” atau program umum
itu, maka status dan formal leader harus
diberikan kesempatan penuh atas dasar prinsip-prinsip demokrasi ‘pancasila
pula, untuk mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan
“policy” atau program umum lembaga pendidikan tersebut.
Dengan
demikian pada setiap sekolah, kepala sekolah hendaknya melaksanakan prinsip-prinsip
kepemimpinan yang berdasarakan demmokrasi pancasila itu pada setiap kegiatan
sekolah dengan mengikut sertakan semua pihak yang berkepentingan atau mempunyai
hubungan langsung dengannya. prinsip-prinsip itu hendaknya diterapkan secara
sadar dan penuh kesungguhan dari sejak pelaksanaan program umum sekolah,
pelaksanaan dan evaluasi terhadap hasil dan pelaksanaan program itu sendiri.
Kerjasama
hendaknya dijalin seerat-eratnya diantara semua pihak yang telah disebutkan di
atas dalam hubungan yang harmonis, tenggang rasa, penuh persahabatan,
persaudaraan dan hormat-menghormati secara wajar diantara sesamanya. Inisatif
dan daya kreatif setiap personil sekolah hendaknya distimulir dan dibangkitkan
sebaik-baiknya, sekolah harus bertumbuh menjadi satu lembaga kerjasama yang
demokratis penuh dinamika.
Adanya
sesuatu yang ideal benar bahwa suasana kepemimpinan yang demokratis berdasarkan
pancasila semacam itu dapat segera terbina pada seluruh lembaga-lembaga
pimpinan dan pelaksana pendidikan dan pengajaran kita dalam jangka waktu
relative singkat. Akan tetapi sikap optimism paedagogis dan penyadaran akan
pentingnya masalah ini, serta dengan penuh kesungguhan, ketekunan dan penuh
keberanian susila didalam berbuat untuk menciptakan situasi kepemimpinan
semacam itu, maka harap-harapan semacam itu pasti tercapai dan tidak hanya
merupakan impian dan pantasi belaka.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Demokrasi
ini berdasarkan kekeluargaan dan
kegotong royongan yang ditujukan kepada kesejahteraan rakyak, yang mengandung
unsur-unsur kesadaran religius menolak atheism; kebenaran kecintaan dan
berlandaskan budi pekerti luhur; yang berkepribadian Indonesia; kesinambungan
dalam arti menuju keseimbangan antara individu dan masyarakat, antara manusia
dengan Tuhannya, lahir batin.
Berdasarkan
pada depinisi diatas, maka aspek-aspek yang ada dalam demokrasi pancasila
adalah sebagai berikut :
a. Formil
b. Materiil
c. Kaidah
d. Tujuan
e. Organisasi
f. Semangat
Dari
keenam aspek diatas akan dicoba untuk di terapkan pada prinsip-prinsip
kepemimpinan pendidikan yang berdasarkan pancasila. Dalam suasana kerjasama
dengan orang lain diperlukan saling pengertian, saling menghargai dan saling
tenggang rasa. Hal ini akan menumbuhkan sikap dasar untuk menciptakan keselarasan
keserasian dan keseimbangan dalam hubungan kemanusiaan antara yang dipimpin dan
memimpin. Di dalam prosedur kegiatan pimpinan pendidikan, pelaksanaan prinsip-prinsip tersebut diatas
saling melengkapi dan memperkuat satu sama lain, sehigga menghasilkan satu
kesatuan tindakan yang harmonis dan serasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar